Puisi: Musafir By Yurzal
Dua jalan, batas hidup-mati, kembali mengangga tampak,
Pencinta tua, tak sanggup melintasi perjalanan keduanya,
Kini, jadilah Aku seorang musafir, perjalanan menuju puncak berkabut, semati tugu,
Mengapa waktu cepat berkisah,
Mengelepar kaku, memaki kehendak tak per pernah padam.
Kemudian, pandangan mengambil lain, sama buasnya,
Napsu menghidupi segala nan tampak,
berumput tajam tak pernah padam;
kesempatan selalu, selalu tertancap, kuhela,
Tertatih, otak ini memakainya benar-benar, hampir lupa,
Dan keduanya, pagi ini sama-sama berbaring
Di daun tidak ada jejak langkah, buliran putih hitam.
Oh, tersimpan di benak , untuk hari lain,
Perbudak....
Napsu membuang tanda-tanda keramat,
Senja semakin merah, begitupun, lalu menampar muka,
Usia, usia menua,
Dua jalan berdebu tetap bercabang,
Musafir sampai perbatasan, menjadi asing, menjadi terdiam. Akhiri segalanya...
(Yurz,2023)