Komunitas Ekspresi Join
MyKomunitas

Ia Menulis Di Linimasa Puisi Hasan Asphani

PADA usia ke-40 dan beberapa dentang kemudian,
ia menulis di linimasanya, hidup yang baik telah memberi satu hal: aku telah mampu untuk lupa.
Lupa, adalah gudang tanpa pintu, dan disitu,
sejumlah peristiwa terperangkap, berhenti,
bersama beberapa nama, dan segenap perannya.
Di gudang itu, tak apa-apa, bila sesekali ia kembali, misalnya ketika ia perlu satu alasan sangat sepele
mengenang apa saja yang tak memaksa dikenang.

Itu bisa ada pada sepotong foto yang terlipat, lengket
Atau bisa pada jam bekas, berhenti berdetak pada 3.50!
Atau pada tumpukan acak majalah berita mingguan
yang sebagaian besar halamannya tak sempat dibaca.
PADA usia ke-40 dan beberapa dentang kemudian ia menulis di linimasanya, hidup yang baik tetap memberi satu hal: aku masih mampu untuk ingat.
Itu sebabnya ia masih menulis puisi: yang dengan caranya ajaib, pada bait-bait selentur kantung karet, memberi tempat pada segala yang hendak dilupa,dan segala yang menerus-terus hendak diingat.

Yang sembunyi di dalam mataku
Menatap pada tebing punggungmu
Karena ia terbuka, maka aku mengira
kau tantang aku berani menebaknya
Yang mengarang di tungku diriku
Mengapi tersebab tebas betismu
Karena langkahmu semakin tajam
Aku menjelaga, lekat ke silam sepi
Yang memelangi di dinding langitku
Cahaya ragu dari kembang gaunmu
Karena aku hidup yang tak bermusim
Aku tinggal ladang tak bertanaman
CINTAKU adalah rasa asin pada lautmu. Matahari mengira ia bisa
menguapkan aku dari engkau, mengawankanku dari langit yang asing.
Ia keliru, tapi biar saja, aku tak mau menyalahkannya.
Cintaku adalah hara menyebati di tanah kebunmu.
Matahari mengira  hanya ia yang menumbuhkan engkau dan memekarkan bunga-bungamu. Ia salah, tapi bisa saja, aku tak akan menyalahkannya.
(Hasan Asphani, 2012)

Go somewhere

© 2024 Copyright on mykomunitas.com